Ar Razi adalah seorang rasionalis sejati yang hanya percaya pada kekuatan akal dan sama sekali tak percaya pada perlunya wahyu-wahyu dan nabi-nabi sebagai mediator antara manusia dengan Tuhannya. Maka tak heran bila kemudian beliaunya ini di anggap kafir, baik oleh umat-umat yang manut budeg terhadap ajaran agama maupun ahli bid’ah macam Ismailiyah, yang pada masa itu tokoh pentingnya bernama Nashiri Khusru dan orang senegara yang punya nama sama dengannya, Abu Hatim Ar Razi.
Bisa dimaklumi memang, jika melihat premis rasionalisnya yang radikal dan terlalu mengagungkan akal sehat itu. Tapi yang perlu dicatat disini adalah bahwa sebenarnya Ar Razi bukanlah seorang Atheist, melainkan penganut monotheis santun yang percaya dengan adanya Tuhan sebagai arsitek yang mengatur dan menjalankan mesin besar bernama semesta ini.
Kenapa kemudian ajaran Ar Razi ini dikucilkan karena ajaran beliau dianggap banyak berbenturan dengan ajaran Islam yang baku, dan cenderung mendukung pandangan kaum naturalis kuno pada jamannya.
Inilah butir ajaran-ajaran beliau yang paling banyak ditentang oleh kaum agamawan (khususnya Islam) :
* Tidak mempercayai adanya wahyu.
* Qur’an bukanlah mukzizat
* Tidak percaya pada Nabi-nabi
* Adanya hal-hal yang kekal dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir selain Tuhan.
Ar Razi percaya kalau tanpa bantuan rasul-rasul sekalipun, akal manusia pasti mampu untuk menuntun ke jalan Tuhannya. Mampu mengetahui baik dan buruk segala sesuatu selama manusia mau menggunakan akalnya. Karena menurut dia, pada dasarnya setiap manusia dibekali oleh Tuhan daya pikir yang sama besarnya. Adapun perbedaan timbul karena tak semua manusia mau mengasah kemampuan akalnya ini.
Lagipula, menurut Ar Razi, keberadaan nabi-nabi dengan ajarannya yang saling bertentangan dan tumpang tindih satu sama lain itu hanya menimbulkan kehancuran dan saling benci membenci diantara umat manusia yang tak jarang meningkat menjadi peperangan antar umat beragama yang berakhir dengan pertumpahan darah. Tak hanya Islam, semua agama ia kritik. Menurut beliau, orang tunduk kepada agama sebenarnya hanya karena faktor tradisi belaka. Sebagian lainnya, karena kekuasaan yang dipunyai pemuka-pemuka agama, dan atau karena tertarik dengan ritual-ritual agama. Untuk ritual-ritual agama sendiri Ar Razi punya pandangan sinis dan muram bahwa upacara-upacara itu bila dikerjakan secara berkesinambungan dan terus menerus dapat mengakibatkan kecanduan, dan lebih buruk merupakan alat yang efektif untuk mencuci otak jiwa rakyat yang sederhana dalam pemikiran.
Lebih jauh, Ar Razi menganggap bahwa Al Qur’an adalah buatan manusia (dalam hal ini dia tidak menunjuk jidat siapapun tentang sang kreator tersebut), maka baik gaya, bahasa maupun isinya, bukanlah merupakan mukzizat. Dia menganggap Al Qur’an sebatas karya intelektual manusia yang derajatnya tak lebih besar dari buku-buku filsafat karya Pythagoras maupun Aristoteles..
Tak hanya itu, lebih jauh, dalam filsafatnya mengenai hubungan manusia dan Tuhannya, ia condong kepada filsafat Pythagoras yang berpandangan bahwa kebahagiaan terbesar manusia baru bisa di raih ketika manusia bisa kembali kehadirat Tuhannya dengan jalan meninggalkan alam materi ini, karena menurutnya manusia baru benar-benar bisa kembali kepada Tuhannya bila jiwanya telah suci. Dan salah dua jalan yang bisa ditempuh manusia untuk mensucikan dirinya adalah dengan cara bergulat dengan ilmu pengetahuan dan berpantang mengerjakan beberapa hal. Kita tahu, dalam filsafat Pythagoras, cara mensucikan jiwa itu adalah melalui transmigration of Souls. Tapi paradox yang kemudian saya temui dari filsafat Ar Razi, adalah beliau tidak punya konsep apapun yang terperinci mengenai jalan pensucian jiwa ini selain kalimat “jalan mensucikan jiwa adalah filsafat”. Aneh memang, kenapa Ar Razi bisa teledor ini tentang penggelontoran ajaran filsafatnya? Maka karena tak ada kejelasan konsepsi ini pulalah yang kemudian banyak kalangan menuduh tindakannya itu menyerupai tindakan seorang zahid dalam hal dunia materi. Satu stigma yang begitu dibantah mati-matian oleh Ar Razi sendiri.
Bantahan Ar Razi mengenai hal ini tersirat dari tulisannya sendiri di beberapa karyanya yang sangat menganjurkan tindak moderasi, yaitu jangan terlalu bersifat zahid tetapi jangan pula terlalu memburu kesenangan. Manusia harus menjauhi kesenangan yang dapat di peroleh hanya dengan menyakiti orang lain atau yang bertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya manusia jangan sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makan dan berpakaian sekedar untuk memelihara diri.
Seperti yang sudah saya singgung di artikel sebelumnya bahwa di samping Tuhan, Ar-Razi juga meyakini adanya sesuatu yang lain yang juga bersifat kekal /abadi dalam arti tidak bermula dan tidak berakhir.
Doktrin Ar-Razi mengenai hal yang kekal abadi ini di kenal dengan “Lima yang Kekal”. Lima yang Kekal itu menurut Ar-Razi adalah : Tuhan, Jiwa Universal/Roh, Materi Pertama, Ruang Absolut dan Waktu Absolut.
Dua dari lima kekal itu menurutnya bersifat hidup dan aktif yaitu Tuhan dan Roh. Satu yang lainnya bersifat tidak hidup dan pasif yaitu Materi, dan dua sisanya bersifat tidak hidup, tidak aktif dan tidak juga pasif yaitu Ruang Absolut dan Waktu Absolut.
A. Tuhan, Roh dan Materi
Sebenarnya mengenai Kekekalan Tuhan ini Ar-Razi tak pernah mengajukan pembuktian apa pun. Itulah sebabnya pernyataan ini lebih mendekati sebagai pernyataan aksiomatik ketimbang empirik dari Ar-Razi.
Itulah sebabnya disini (meskipun sifat Materi dengan Tuhan dan terutama Roh berbeda) saya satukan saja pembahasannya karena justru di bab Materi inilah saya banyak menemukan pembahasan tentang Roh.
Menurut Ar-Razi materi adalah kekal karenacreatio ex nihilo (penciptaan dari tiada) merupakan hal yang tak mungkin kalau tidak disebut mengada-ada. Keabadian materi dapat didemonstrasikan dengan dua cara yaitu yang pertama; penciptaan, yaitu tindakan materi yang sedang dalam pembentukan, mensyaratkan (adanya) bukan saja seorang pencipta yang telah mendahuluinya, tetapi juga sebuah substratum atau materi dimana tindakan
Itu melekat. Salah satu contoh yang diajukan Ar-Razi tentang kekekalan materi adalah bahwa Tuhan tidak menciptakan semua hal dari tiada, dan salah satunya adalah tentang penciptaan dunia ini. Dunia menurut pendapatnya diciptakan dari materi tanpa bentuk dan bukan dari abra kadabra. Nah, materi tanpa bentuk yang menjadi bahan pembuatan dunia inilah yang kemudian diyakini telah ada bersama Tuhan yang juga tak berawal itu. Jadi, karena Tuhan kekal maka bisa dipastikan bahwa materi juga kekal.
Meskipun materi itu kekal, bukan berarti alam juga kekal. Alam tidak kekal, karena seperti halnya tubuh, alam pun bisa hancur. Nah ketika alam dan tubuh ini hancur maka materi dan roh kemudian akan kembali ke asalnya semula.
Jika keadan ini kemudian ditarik kepada masalah adanya surga-neraka yang juga diyakini keberadaannya oleh Ar-Razi, maka setelah Roh bersih (setelah melewati masa loundry yang menyakitkan) maka sang roh ini akan kembali ke asalnya semula yaitu di surga sono, berbaur dengan materi semula.
Ruang Absolut dan Waktu Absolut
Mengenai hal ini Ar-Razi membuat perbedaan antara Zaman absolut dan Zaman terbatas, yaitu antara ad dahr (duration) dan al waqt (time). Yang pertama kekal, dalam arti tidak bermula dan tidak pula berakhir, tak dapat diukur dan tak terbatas. Sedang yang kedua sebagai sesuatu yang dapat diukur dan terbatas serta disifati oleh angka-angka.
Untuk memahami waktu absolut yang sama sekali lepas dari alam semesta yang diciptakan dan geraknya, menurut Ar-Razi kita harus sama sekali meninggalkan gerak segenap langit dan timbul tenggelam matahari dan planet-planet untuk kemudian memusatkan perhatian kepada konsep murni tentang gerak keabadian yang baginya sama dengan waktu absolut tadi. Dalam hal ini, waktu absolut disamakan dengan perulangan abadi, yang mendahului timbulnya waktu particular, dan dengan penciptaan dunia yang terjadi berbarengan dengan gerakan segenap langit.
Mengenai kenapa Ruang pun dianggap kekal ini berkaitan dengan konsep materi, yaitu bahwa materi memerlukan sebuah locus tempat ia berada yakni ruang. Nah, karena materi itu kekal maka dengan sendirinya ruang pun ikut kekal.
Dan karena sifat ruang adalah sebagai yang tidak tergantung kepada tubuh dan ukuran (dimensi), maka oleh karenanya ruang ini tidak terbatas dan lagi kekal.
Minggu, 28 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar